Gambar 3. Apoteker Sedang Membantu Pasien dalam Memilih dan Menentukan Obat |
2.3.
Apoteker
Dalam Swamedikasi
2.3.1
Definisi Apoteker dan Dasar Hukum
Pekerjaan Kefarmasian di Apotek
Menurut
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian disebutkan
bahwa Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Standar
pelayanan kefarmasian di apotek diatur dalam Peratuan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 35 tahun 2014. Standar pelayanan kefarmasian di apotek
meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai; dan pelayanan farmasi klinik. Apoteker di apotek selain melakukan
pelayanan resep, juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi.
Dalam pelayanan swamedikasi apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas
atau bebas terbatas yang sesuai.
2.3.2
Peran Apoteker dalam Swamedikasi
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam
pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara
umum yaitu penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang
bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat
dan kualitasnya serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan
indikasi dan kondisi pasien. Dalam swamedikasi apoteker mempunyai peran yang
sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat
yang ingin melakukan swamedikasi agar dapat melakukannya secara bertanggung
jawab. Dalam penggunnan obat bebas dan obat bebas terbatas, apoteker memiliki 2
peran yang sangat penting yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti
keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan
atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan
secara aman, tepat dan rasional. Konseling terutama dilakukan dalam
mempertimbangkan ketepatan penantuan indikasi/penyakit, ketepatan pemilihan
obat (efektif, aman, ekonomis) serta ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.
Selain itu hal yang sangat penting untuk disampaikan adalah meyakinkan agar
produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk yang sedang
digunakan atau dikonsumsi pasien. Disamping itu apoteker juga diharapkan dapat
memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor keparahan penyakitnya,
serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultas
kepada dokter (Depkes RI, 2007).
Menurut World
Health Organization (1998) dalam The Role
of the Pharmacist in Self Care and Self Medication terdapat beberapa peran
dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh seorang apoteker dalam swamedikasi.
Berikut adalah penjelasannya :
a.
As
A Communicator
Dalam
menjalankan peran sebagai komunikator apoteker harus memulai dialog dengan
pasien untuk mendapatkan riwayat pengobatan dan penyakit yang lebih rinci.
Untuk dapat mengidentifikasi keaadan pasien secara tepat apoteker harus
mengajukan beberapa pertanyaan kunci dan menyampaikan informasi yang relevan.
Apoteker harus siap dan memadai dalam melakukan skrining secara tepat untuk
mengetahui kondisi dan penyakit tertentu tanpa mengganggu otoritas dari penulis
resep. Apoteker harus memberikan informasi yang objektif tentang obat-obatan,
mampu menafsirkan menggunakan dan menafsirkan sumber informasi tambahan untuk
memenuhi kebutuhan pasien. Apoteker harus dapat membantu pasien dalam memilih
dan menentukan obat yang tepat serta bentanggung jawab dalam swamedikasi pasien
dan bila menentukan secara tepat anjuran untuk pasien dirujuk ke dokter.
Apoteker harus menjamin kerahasian mengenai kondisi detail pasien (WHO, 1998).
b.
As
A Quality Drug Supplier
Apoteker harus memastikan
ketersediaan obat yang hendak dibeli oleh konsumen dalam keadaan yang baik,
aman dan berkualiatas. Apoteker juga harus memastikan bahwa obat tersebut telah
disimpan pada kondisi penyimpanan yang tepat (WHO, 1998).
c.
As
A Trainer And Supervisor
Untuk
memastikan bahwa pelayanan yang diberikan di apotek adalah pelayanan yang
terstandar dan terkini sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka apoteker harus didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pengembangan professional seperti pendidikan berkelanjutan. Apoteker harus
memastikan bahwa semua pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan standar
pelayanan kefarmasian di apotek baik oleh dirinya dan tenaga kefarmasian
lainnya (WHO, 1998).
d.
As
A Collaborator
Sangat
penting bahwa apoteker mengembangkan hubungan kolaboratif yang berkualitas
dengan beberapa pihak berikut:
a.
Tenaga profesi kesehatan lainnya
b.
Asosiasi profesi nasional
c.
Industri farmasi
d.
Pemerintah lokal maupun nasional
e.
Pasien dan masyarakat umum
Dengan
demikian maka peluang untuk memanfaatkan sumber daya dan keahlian untuk berbagi
data dan pengalaman dalam rangka meningkatkan pelayanan swamedikasi akan
meningkat (WHO, 1998).
e.
As
A Health Promoter
Sebagai
promoter kesehatan, apoteker yang merupakan salah satu tenaga profesi kesehatan
yang harus ikut berpartisipasi dalam :
a.
Berpartisipasi untuk melakukan skrining
dalam mengidentifikasi masalah kesehatan dan resiko
b.
Berpartisipasi dalam kampanye kesehatan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait isu kesehatan dan upaya pencegahan
penyakit.
c.
Memberikan saran kepada tiap individu
untuk terkait pemilihan obat dan informasi kesehatan
(WHO,
1998).
f.
Spesific
Situation
Di
beberapa negara berkembang, rasio apoteker dan populasi apotek sangat rendah
sehingga akses pelayanan farmasi terhambat. Dalam kasus tersebut masyarakat
perlu didorong untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehayan lainnya, perawat
rumah tangga dan orang awam yang tepat, dengan catatan bahwa tenaga selain
apoteker tersebut telah menerima pelatihan dan orientasi terkait kefarmasian
(WHO, 1998).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar