Minggu, 30 Oktober 2016

Apa Peran Apoteker dalam Swamedikasi??

Gambar 3. Apoteker Sedang Membantu Pasien dalam Memilih dan Menentukan Obat
2.3.      Apoteker Dalam Swamedikasi
2.3.1        Definisi Apoteker dan Dasar Hukum Pekerjaan Kefarmasian di Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian disebutkan bahwa Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Standar pelayanan kefarmasian di apotek diatur dalam Peratuan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun 2014. Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai; dan pelayanan farmasi klinik. Apoteker di apotek selain melakukan pelayanan resep, juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi. Dalam pelayanan swamedikasi apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.  
2.3.2        Peran Apoteker dalam Swamedikasi
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum yaitu penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi dan kondisi pasien. Dalam swamedikasi apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi agar dapat melakukannya secara bertanggung jawab. Dalam penggunnan obat bebas dan obat bebas terbatas, apoteker memiliki 2 peran yang sangat penting yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional. Konseling terutama dilakukan dalam mempertimbangkan ketepatan penantuan indikasi/penyakit, ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis) serta ketepatan dosis dan cara penggunaan obat. Selain itu hal yang sangat penting untuk disampaikan adalah meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk yang sedang digunakan atau dikonsumsi pasien. Disamping itu apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor keparahan penyakitnya, serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultas kepada dokter (Depkes RI, 2007).
Menurut World Health Organization (1998) dalam The Role of the Pharmacist in Self Care and Self Medication terdapat beberapa peran dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh seorang apoteker dalam swamedikasi. Berikut adalah penjelasannya :
a.       As A Communicator
            Dalam menjalankan peran sebagai komunikator apoteker harus memulai dialog dengan pasien untuk mendapatkan riwayat pengobatan dan penyakit yang lebih rinci. Untuk dapat mengidentifikasi keaadan pasien secara tepat apoteker harus mengajukan beberapa pertanyaan kunci dan menyampaikan informasi yang relevan. Apoteker harus siap dan memadai dalam melakukan skrining secara tepat untuk mengetahui kondisi dan penyakit tertentu tanpa mengganggu otoritas dari penulis resep. Apoteker harus memberikan informasi yang objektif tentang obat-obatan, mampu menafsirkan menggunakan dan menafsirkan sumber informasi tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Apoteker harus dapat membantu pasien dalam memilih dan menentukan obat yang tepat serta bentanggung jawab dalam swamedikasi pasien dan bila menentukan secara tepat anjuran untuk pasien dirujuk ke dokter. Apoteker harus menjamin kerahasian mengenai kondisi detail pasien (WHO, 1998).
b.      As A Quality Drug Supplier
Apoteker harus memastikan ketersediaan obat yang hendak dibeli oleh konsumen dalam keadaan yang baik, aman dan berkualiatas. Apoteker juga harus memastikan bahwa obat tersebut telah disimpan pada kondisi penyimpanan yang tepat (WHO, 1998).  
c.       As A Trainer And Supervisor
            Untuk memastikan bahwa pelayanan yang diberikan di apotek adalah pelayanan yang terstandar dan terkini sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka apoteker harus didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan professional seperti pendidikan berkelanjutan. Apoteker harus memastikan bahwa semua pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek baik oleh dirinya dan tenaga kefarmasian lainnya (WHO, 1998).
d.      As A Collaborator
            Sangat penting bahwa apoteker mengembangkan hubungan kolaboratif yang berkualitas dengan beberapa pihak berikut:
a.       Tenaga profesi kesehatan lainnya
b.      Asosiasi profesi nasional
c.       Industri farmasi
d.      Pemerintah lokal maupun nasional
e.       Pasien dan masyarakat umum
Dengan demikian maka peluang untuk memanfaatkan sumber daya dan keahlian untuk berbagi data dan pengalaman dalam rangka meningkatkan pelayanan swamedikasi akan meningkat (WHO, 1998).
e.       As A Health Promoter
Sebagai promoter kesehatan, apoteker yang merupakan salah satu tenaga profesi kesehatan yang harus ikut berpartisipasi dalam :
a.       Berpartisipasi untuk melakukan skrining dalam mengidentifikasi masalah kesehatan dan resiko
b.      Berpartisipasi dalam kampanye kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait isu kesehatan dan upaya pencegahan penyakit.
c.       Memberikan saran kepada tiap individu untuk terkait pemilihan obat dan informasi kesehatan
(WHO, 1998).
f.       Spesific Situation

            Di beberapa negara berkembang, rasio apoteker dan populasi apotek sangat rendah sehingga akses pelayanan farmasi terhambat. Dalam kasus tersebut masyarakat perlu didorong untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehayan lainnya, perawat rumah tangga dan orang awam yang tepat, dengan catatan bahwa tenaga selain apoteker tersebut telah menerima pelatihan dan orientasi terkait kefarmasian (WHO, 1998). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar